HAK ATAS
KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)
Pengertian
Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif
yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok
orang atas karya ciptanya. Menurut UU yang telah disahkan oleh DPR-RI pada tanggal
21 Maret 1997, HaKI adalah hak-hak secara hukum yang berhubungan dengan
permasalahan hasil penemuan dan kreativitas seseorang atau beberapa orang yang
berhubungan dengan perlindungan permasalahan reputasi dalam bidang
komersial (commercial reputation) dan tindakan / jasa dalam
bidang komersial (goodwill).
Dengan begitu obyek utama dari HaKI adalah karya,
ciptaan, hasil buah pikiran, atau intelektualita manusia. Kata “intelektual”
tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya
pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO,
1988:3). Setiap manusia memiliki memiliki hak untuk melindungi atas karya hasil
cipta, rasa dan karsa setiap individu maupun kelompok.
Kita perlu memahami HaKI untuk menimbulkan kesadaran
akan pentingnya daya kreasi dan inovasi intelektual sebagai kemampuan yang
perlu diraih oleh setiap manusia, siapa saja yang ingin maju sebagai faktor
pembentuk kemampuan daya saing dalam penciptaan Inovasi-inovasi yang kreatif.
Manfaat Haki Atau
Hak Atas Kekayaan Intelektual
1. Bagi dunia usaha, adanya perlindungan terhadap penyalahgunaan atau
pemalsuan karya intelektual yang dimilikinya oleh pihak lain di dalam negeri
maupun di luar negeri. Perusahaan yang telah dibangun mendapat citra yang
positif dalam persaingan apabila memiliki perlindungan hukum di bidang HKI.
2. Bagi inventor dapat menjamin kepastian hukum baik individu maupun kelompok
serta terhindar dari kerugian akibat pemalsuan dan perbuatan curang pihak lain.
3. Bagi pemerintah, adanya citra positif pemerintah yang menerapkan HKI di
tingkat WTO. Selain itu adanya penerimaan devisa yang diperoleh dari
pendaftaran HKI.
4. Adanya kepastian hukum bagi pemegang hak dalam melakukan usahanya tanpa
gangguan dari pihak lain.
5. Pemegang hak dapat melakukan upaya hukum baik perdata maupun pidana bila
terjadi pelanggaran/peniruan.
6. Pemegang hak dapat memberikan izin atau lisensi kepada pihak lain.
Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual
Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah sebagai berikut
:
- Prinsip
Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak
intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki
manfaat serta nilai ekonomi yang akan member keuntungan kepada pemilik hak
cipta.
- Prinsip
Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu
perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari kemampuan intelektual,
sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan intelektual
terhadap karyanya.
- Prinsip
Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan
pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan taraf
kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan Negara.
- Prinsip
Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan
manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan oleh hukum atas
suatu karya merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan berdasarkan
keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.
Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Dalam penetapan HaKI tentu berdasarkan hukum-hukum yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Dasar-dasar hukum tersebut antara lain adalah :
- Undang-undang
Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade
Organization (WTO)
- Undang-undang
Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
- Undang-undang
Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
- Undang-undang
Nomor 14/1997 tentang Merek
- Undang-undang
Nomor 13/1997 tentang Hak Paten
- Keputusan
Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the
Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the
World Intellectual Property Organization
- Keputusan
Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
- Keputusan
Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the
Protection of
Literary and Artistic Works
- Keputusan
Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas Kekayaan Intelektual
(HaKI) dapat dilaksanakan. Maka setiap individu/kelompok/organisasi yang
memiliki hak atas pemikiran-pemikiran kreatif mereka atas suatu karya atau
produk dapat diperoleh dengan mendaftarkannya ke pihak yang melaksanakan, dalam
hal ini merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan
Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia.
Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) terbagi dalam dua
kategori, yaitu :
- Hak
Cipta
- Hak
Kekayaan Industri, yang meliputi :
- Hak
Paten
- Hak
Merek
- Hak
Desain Industri
- Hak
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
- Hak
Rahasia Dagang
- Hak
Indikasi
Dalam tulisan ini, penulis hanya akan membahas Hak Cipta, Hak Paten, dan
Hak Merek.
1. Hak Cipta
Hak Cipta adalah Hak khusus bagi pencipta untuk
mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak ciptaannya. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 19/2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan
izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta termasuk kedalam benda immateriil,
yang dimaksud dengan hak milik immateriil adalah hak milik
yang objek haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Sehingga
dalam hal ini bukan fisik suatu benda atau barang yang di hak ciptakan, namun
apa yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Contoh dari hak cipta
tersebut adalah hak cipta dalam penerbitan buku berjudul “Manusia Setengah
Salmon”. Dalam hak cipta, bukan bukunya yang diberikan hak cipta, namun Judul
serta isi didalam buku tersebutlah yang di hak ciptakan oleh penulis maupun
penerbit buku tersebut. Dengan begitu yang menjadi objek dalam hak cipta
merupakan ciptaan sang pencipta yaitu setiap hasil karya dalam bentuk yang khas
dan menunjukkan keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dasar
hukum Undang-undang yang mengatur hak cipta antara lain :
- UU
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
- UU
Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor
15)
- UU
Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
- UU
Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI
Tahun 1997 Nomor 29)
2. Hak Kekayaan Industri
Hak kekayaan industri adalah hak yang mengatur segala
sesuatu milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak
kekayaan industri sangat penting untuk didaftarkan oleh perusahaan-perusahaan
karena hal ini sangat berguna untuk melindungi kegiatan industri perusahaan
dari hal-hal yang sifatnya menghancurkan seperti plagiatisme. Dengan di
legalkan suatu industri dengan produk yang dihasilkan dengan begitu industri
lain tidak bisa semudahnya untuk membuat produk yang sejenis/ benar-benar mirip
dengan mudah. Dalam hak kekayaan industri salah satunya meliputi hak paten dan
hak merek.
- Hak
Paten
Menurut Undang-undang Nomor 14/2001
pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara
kepada Inventor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama
waktu tertentu dalam melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau dengan
membuat persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Paten hanya
diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di
bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah
kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, hal yang
dimaksud berupa proses, hasil produksi, penyempurnaan dan pengembangan proses,
serta penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
Perlindungan hak paten dapat
diberikan untuk jangka waktu 20 tahun terhitung dari filling date.
Undang-undang yang mengatur hak paten antara lain :
a. UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten
(Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
b. UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang
Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997
Nomor 30)
c. UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
(Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).
- Hak
Merek
Berdasarkan Undang-undang Nomor
15/2001 pasal 1 ayat 1, hak merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi
dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan tanda yang digunakan
untuk membedakan produk/jasa tertentu dengan produk/jasa yang sejenis sehingga
memiliki nilai jual dari pemberian merek tersebut. Dengan adanya pembeda dalam
setiap produk/jasa sejenis yang ditawarkan, maka para costumer tentu dapat
memilih produk.jasa merek apa yang akan digunakan sesuai dengan
kualitas dari masing-masing produk/jasa tersebut. Merek memiliki beberapa
istilah, antara lain :
-
Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang
digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang
sejenis lainnya.
- Merek
Jasa
Merek jasa adalah merek yang
digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis
lainnya.
- Merek
Kolektif
Merek Kolektif adalah merek yang
digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang
diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
Selain itu terdapat pula hak atas merek,
yaitu hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar
dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek
tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya. Dengan terdaftarnya suatu
merek, maka sudah dipatenkan bahwa nama merek yang sama dari produk/jasa lain
tidak dapat digunakan dan harus mengganti nama mereknya. Bagi pelanggaran pasal
1 tersebut, maka pemilik merek dapat mengajukan gugatan kepada pelanggar
melalui Badan Hukum atas penggunaan nama merek yang memiliki kesamaan tanpa
izin, gugatan dapat berupa ganti rugi dan penghentian pemakaian nama tersebut.
Selain itu pelanggaran juga dapat berujung pada pidana
yang tertuang pada bab V pasal 12, yaitu setiap orang yang dengan sengaja dan
tanpa hak menggunakan merek yang sama secara keseluruhan dengan merek terdaftar
milik orang lain atau badan hukum lain, untuk barang atau jasa sejenis yang
diproduksi dan diperdagangkan, dipidana penjara paling lama tujuh tahun dan
denda paling banyak Rp100.000.000,-
Oleh karena itu, ada baiknya jika merek suatu barang/jasa untuk di hak
patenkan sehingga pemilik ide atau pemikiran inovasi mengenai suatu hasil
penentuan dan kreatifitas dalam pemberian nama merek suatu produk/jasa untuk
dihargai dengan semestinya dengan memberikan hak merek kepada pemilik baik
individu maupun kelompok organisasi (perusahaan/industri) agar dapat tetap
melaksanakan kegiatan-kegiatan perekonomiannya dengan tanpa ada rasa was-was
terhadap pencurian nama merek dagang/jasa tersebut.
Undang-undang yang mengatur mengenai hak merek antara lain :
- UU
Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81)
- UU
Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek
(Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
- UU
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor
110)
Dalam pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwa HaKI adalah bagian penting
dalam penghargaan dalam suatu karya dalam ilmu pengetahuan, sastra maupun seni
dengan menghargai hasil karya pencipta inovasi-inovasi tersebut agar dapat
diterima dan tidak dijadikan suatu hal untuk menjatuhkan hasil karya seseorang
serta berguna dalam pembentukan citra dalam suatu perusahaan atau industri
dalam melaksanakan kegiatan perekonomian.
HAL-HAL YANG
TIDAK DIANGGAP SEBAGAI PELANGGARAN HAK CIPTA
Yang tidak
dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, dengan syarat sumbernya harus disebut
atau dicantumkan, adalah :
1.
Penggunaan
ciptaan pihak lain untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah dengan
ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi pencipta;
2.
Pengambilan
ciptaan pihak lain baik seluruhnya maupun sebagian guna keperluan pembelaan
didalam dan diluar pengadilan;
3.
Pengambilan
ciptaan pihak lain baik seluruhnya maupun sebagian guna keperluan :
4.
Ceramah yang
semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
5.
Pertunjukan atau
pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar bagi pencipta;
6.
Perbanyakan suatu
ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam huruf braile guna
keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;
7.
Perbanyakan suatu
ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapaun
atau proses yang serupa dengan perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau
pendidikan dan pusat dokumentasi yang non komersial, semata-mata untuk
keperluan aktivitasnya;
8.
Perubahan yang
dilakukan atas karya arsitektur seperti ciptaan bangunan berdasarkan
pertimbangan pelaksanaan teknis;
9.
Pembuatan salinan
cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilkukan
semata-mata untuk digunakan sendiri.
PENTINGNYA HaKI
DALAM DUNIA USAHA
Kemajuan dunia usaha tentunya tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di
bidang ekonomi yang pelaksanaannya dititikberatkan pada sektor industri. Dalam
rangka menunjang pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha yang dititikberatkan
pada sektor industri, faktor perangkat hukum khususnya perangkat hukum kekayaan
intelektual, sangat memegang peran penting guna memberikan adanya kepastian
hukum yang jelas dan tegas dalam melindungi kepentingan para pelaku usaha dan
masyarakat. Penegakkan hukum, khususnya hukum kekayaan intelektual, diharapkan
mampu mengantisipasi kemajuan di setiap sektor usaha, khususnya sektor
industri.
Arus globalisasi ekonomi telah membawa pengaruh yang cukup “significant”
bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha di Indonesia, khususya untuk
sektor industri. Sebagai Negara berkembang, Indonesia harus memandang sisi
perdagangan internasional yang menimbulkan adanya persaingan sebagai suatu hal
yang mempunyai arti penting. Dalam era globalisasi ekonomi terdapat lima isu
yang berkembang, yaitu Hak Asasi Manusia (HAM), Demokratisasi, Lingkungan Hidup
dan Sumber Daya Alam, Hak atas Kepemilikan Intelektual dan Standardisasi.[3]
Berangkat dari hal itulah, isu perlindungan hukum bagi produk industri,
termasuk produk-produk industri yang dihasilkan oleh kemampuan intelektual
manusia, menjadi isu yang tidak dapat dilepaskan dalam kerangka perdagangan
bebas. Dalam era perdagangan bebas, usaha-usaha industri kecil perlu
ditingkatkan dan dikembangkan agar dapat menghasilkan produk yang mampu
bersaing dalam hal mutu, harga, dan sistem manajemen terpadu agar dapat
menembus pasar, baik pasar dalam negeri maupun internasional.
Begitu pentingnya HKI dalam dunia usaha, khususnya dalam meningkatkan
kreatifitas, perlu adanya suatu tindakan mensosialisasi, membudayakan dan
memberdayaan HKI kepada seluruh lapisan masyarakat, baik pelaku usaha, aparat
penegak hukum maupun masyarakat selaku konsumen. Ada lima langkah strategis
dalam pembangunan sistem HKI di Indonesia, yaitu sosialisasi HKI, pembangunan
administrasi dan kelembagaan, penyempurnaan legislasi dan penyertaan pada
perjanjian internasional, serta kerjasama internasional dan koordimasi
penegakan hukum.
Ikut sertanya Indonesia sebagai anggota WTO dan turut serta menandatangani
Perjanjian Multilateral GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) Puturan
Uruguay tahun 1994, serta meratifikasinya dengan Undang-undang (UU) No. 7 Tahun
1994, membawa akibat Indonesia harus membentuk dan menyempurnakan hukum
nasionalnya serta terikat dengan ketentuan-ketentuan tentang Hak atas
Kepemilikan Intelektual (HAKI) yang diatur dalam GATT, yang salah satu
lampirannya dari persetujuan GATT adalah TRIPs (Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights), yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
sebagai Persetujuan tentang Aspek-aspek
Dagang Hak atas Kepemilikan Intelektual.
Konsekuensi
Indonesia dalam meratifikasi GATT dengan UU No. 7 Tahun 1994 adalah bahwa
Indonesia diwajibkan untuk memasukan perangkat hukum HKI dalam sistem hukum
nasional Indonesia. Indonesia juga telah menyempurnakan peraturan
perundang-undangan dibidang HKI, diantaranya UU Hak Cipta, Paten, Merek, dan
juga Indonesia juga telah mengundangkan UU HKI lainnya, seperti UU Rahasia
Dagang, Desain Industri, Tata Letak Sirkuit Terpadu, Varitas Tanaman.
PENTINGNYA
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI HKI DALAM PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI
HKI memegang peranan penting dalam perkembangan sektor industri, karena
melalui HKI dapat dihasilkan penemuan baru, teknologi canggih, kualitas tinggi,
maupun standar mutu. Semakin tinggi tingkat kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, tentunya akan makin maju perkembangan HKI dan makin
cepat perkembangan sektor industri. Disamping itu juga HKI merupakan basis
perdagangan karena HKI menjadi dasar perkembangan perdagangan yang menggunakan
merek terkenal sebagai goodwill, lambing kualitas dan standar mutu, sarana
menembus pasar, baik domestik maupun internasional. Begitu pentingnya HKI
dalam pembangunan sektor industri, sudah seharusnya HKI perlu dilindungi oleh
hukum. Dasar pertimbangan HKI perlu dilindungi oleh hukum adalah karena:
1. Alasan yang bersifat non-ekonomis. Perlindungan hukum akan memacu mereka
yang menghasilkan karya-karya intelektual tersebut untuk terus melakukan
kreatifitas intelektual. Hal ini akan meningkatkan self actualization pada diri
manusia. Bagi masyarakat hal ini akan berguna untuk meningkatkan perkembangan
hidup mereka.
2. Alasan yang bersifat ekonomis. Untuk melindungi mereka yang melahirkan
karya intelektual tersebut berarti yang melahirkan karya tersebut mendapat
keuntungan materiil dari karya-karyanya. Di pihak lain melindungi mereka dari
adanya peniruan, pembajakan, penjiplakan mampu perbuatan curang lainnya yang
dilakukan oleh orang lain atas karya-karya mereka yang berhak.
Sebagai konsekuensi Indonesia menjadi anggota WTO dengan meratifikasi
Persetujuan GATT dengan UU No. 7 Tahun 1994, komitmen terhadap APEC (Asia
Pasific Economic Cooperation) dan pemberlakuan AFTA (Asean Free Trade Area)
2003 membawa Indonesia bersedia menerima liberalisme perdagangan. Dalam
perdagangan bebas, persaingan adalah hal yang wajar untuk memperoleh keuntungan
maksimal dan menguasai pangsa pasar untuk mengungguli pelaku usaha lain.
Persaingan membawa pengaruh positif dan negatif dalam dunia usaha. Pengaruh
positif dari adanya persaingan adalah terciptanya harga yang bersaing, kualitas
produk yang baik, serta tersediannya berbagai pilihan terhadap suatu produk.
Sedangkan dampak negatifnya adalah terciptanya persaingan usaha tidak sehat di
antara para pelaku usaha. Persaingan usaha tidak sehat dapat diartikan sebagai
persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau
pemasaran produk yang dilakukan secara tidak jujur (melawan hukum). Persaingan
tidak sehat dalam bidang HKI adalah melakukan tindakan-tindakan peniruan,
pemalsuan serta praktik-praktik tidak sehat lainnya, yang tentunya ini sangat
merugikan pemilik, Negara, dan juga masyarakat selaku konsumen. Oleh karena
itulah maka pentingnya HKI dilindungi oleh hukum sehingga praktik-praktik
persaingan tidak sehat dalam bidang HKI setidaknya dapat dicegah dan adanya
sanksi yang tegas guna memberikan efek jera bagi para pelaku usaha curang di
bidang HKI.
Dalam sistem hukum Indonesia, secara umum terdapat tiga bagian besar untuk
mengatasi persaingan curang, yaitu:
1. Hukum Umum, dalam hal ini Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata),
Pasal 1365[7] dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHPidana), Pasal 322 jo.
Pasal 323 jo. Pasal 382bis.[8]
2. Hukum Khusus, dalam hal ini adalah peraturan perundang-undangan dibidang
HKI, yang meliputi dua kelompok, yakni Hak Cipta dan Hak Milik
Industri/Perindustrian, yang terdiri dari Paten, Merek, Rahasia Dagang, Desain
Industri, Desain Tata Letak Siskuit Terpadu, dan Varitas Tanaman.
3. Hukum Khusus, yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk masalah pelanggaran
dibidang HKI yang bertujuan untuk menciptakan persaingan secara tidak sehat
dapat diajukan berdasarkan ketentuan UU ini. Tentunya perlu diingat untuk
perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengan HKI seperti lisensi paten, merek,
hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu dan rahasia
dagang serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba tidak dapat diterapkan
ketentuan UU ini karena hal tersebut dikecualikan dari UU No. 5 Tahun 1999
sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan Pasal 50.






As such, it's very straightforward to find out|to search out} and play online roulette for actual cash. There are countless on line casino websites the place have the ability to|you presumably can} play online roulette video games for cash. By now, roulette rules ought to 카지노사이트 be known to everybody who has visited a on line casino.
BalasHapus